Sulawesi
Tenggara memiliki potensi yang besar untuk pengembangan usaha ternak sapi
karena didukung oleh sumber daya alam yaitu lahan dan pakan, sumber daya
manusia, serta peluang pasar yang memadai. Ternak sapi mempunyai prospek dan
potensi pasar yang cerah. Selain memberikan tambahan pendapatan bagi
petani-peternak, usaha ternak sapi juga merupakan sumber pendapatan daerah
melalui perdagangan antarprovinsi dan antarpulau, antara lain ke Maluku, Papua,
Jawa (Jakarta), dan Kalimantan Timur (Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi
Tenggara 2005).
Kebutuhan daging sapi terus meningkat seiring makin
baiknya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan
penduduk, dan meningkatnya daya beli masyarakat. Salah satu upaya untuk
memenuhi kebutuhan daging dalam negeri yaitu dengan meningkatkan populasi,
produksi, dan produktivitas sapi potong.
Volume impor sapi potong dan produk olahannya cukup
besar, setara dengan 600−700 ekor/tahun (Bamualim et al. 2008). Neraca
kebutuhan daging sapi yang dihitung berdasarkan asumsi pertumbuhan penduduk.
Ditinjau dari sisi potensi yang ada, Sulawesi Tenggara selayaknya mampu
memenuhi kebutuhan pangan asal ternak dan berpotensi menjadi pengekspor produk
peternakan. Hal tersebut dimungkinkan karena didukung oleh ketersediaan sumber
daya ternak dan peternak, lahan dengan berbagai jenis tanaman pakan, produk
sampingan industri pertanian sebagai sumber pakan, serta ketersediaan inovasi
teknologi.
Pengembangan usaha peternakan di Sulawesi Tenggara bertujuan untuk
meningkatkan populasi dan produksi ternak sehinnga mampu menyediakan protein
hewani asal ternak seperti daging, telur, susu, untuk dikonsumsi kegutuhan
daerah sendiri maupun propinsi tetangga. Ada beberapa Faktor yang mendukung
pengembangan usaha peternakan di Sulawesi Tenggara yaitu :
Sumber Daya Alam
Sulawesi Tenggara memiliki sumber
daya alam yang cukup untuk meningkatkan ekonomi masyarakat terutama pada sektor
pertanian, pariwisata, pertambangan dan energi. Dilihat dari beberapa sektor
mata pencarian disektor pertanian mendekati separo, yaitu lebih kurang 48% dan
sisanya adalah mata pencarian disektor perdagangan, hotel/restoran dan
industri.
Bila dilihat dari ketersediaan lahan
untuk mengembangkan ternak besar pada dasarnya dapat menampung ternak besar, sedangkan
populasi ternak besar saat ini berjumlah 902.144 ekor sapi (sapi dan Kerbau).
Hal ini menggambarkan bahwa masih tersedia lahan yang cukup luas untuk
pengembangan ternak besar. Sulawesi Tenggara yang memiliki curah hujah yang
cukup, telah menjadikan tanahnya subur untuk ditumbuhi rumput hijauan pakan
ternak dan juga tersdia limbah pertanian seperti daun jagung, jerami, dan lain
- lain.
Sumber Daya Manusia
Dukungan Sumber Daya Manusia dalam
pengembangan sapi potong cukup tersedia, sebahagian besar peternak sudah
berpengalaman dan terampil dalam membudidayakan sapi potong, sedangkan disisi
lain aparatur pelayanan juga sudah berpengalaman dan trampil serta senantiasa
siap memberikan pelayanan di lapangan seperti inseminator, petugas PKB,
(Pemeriksa Kebuntingan), Petugas ATR, Recorder, Handling Semen, Embryo Transfer
(ET), Juru Keswan dan Paramedis.
Dukungan Infra Struktur (Sarana/Prasarana)
Dalam menyongsong tumbuhnya
usaha-usaha baru dan mendorong berkembangnya usaha yang telah ada, pemerintah
telah menyediakan dukungan infra struktur (sarana dan prasarana) untuk
pelayanan IB, pelayanan Keswan, Pelayanan Pemotongan Hewan Ternak dan Pelayanan
dan Pelayanan Pasar Ternak.
Jika potensi lahan yang ada dapat dimanfaatkan 50%
saja maka jumlah ternak yang dapat ditampung mencapai 29 juta satuan ternak
(ST). Belum lagi kalau padang rumput alam yang ada diperbaiki dan ditingkatkan
kualitasnya dengan menggunakan rumput unggul sehingga daya tampungnya meningkat
secara nyata (Bamualim et al. 2008).
Pengembangan industri sapi potong mempunyai prospek
yang sangat baik dengan memanfaatkan sumber daya lahan maupun sumber daya pakan
(limbah pertanian dan perkebunan) yang tersedia terutama di daerah Sulawesi
Tenggara. Potensi lahan pertanian yang belum dimanfaatkan masih sangat luas,
termasuk lahan gambut dan lebak (Rustijarno dan Sudaryanto 2006). Namun,
kenyataan menunjukkan pengembangan sapi potong belum mampu memenuhi kebutuhan
daging dalam negeri, selain rentan terhadap serangan penyakit.
Hal ini kemungkinan disebabkan adanya berbagai
kelemahan dalam sistem pengembangan peternakan. Oleh karena itu, perlu
dirumuskan model pengembangan dan kelembagaan usaha ternak sapi potong yang
tepat, berbasis masyarakat, dan secara ekonomi menguntungkan. Semua sumber daya
yang ada dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan produk peternakan yang
berkualitas, terjangkau, dan bersaing dengan produk sejenis dari luar negeri
sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak (Bamualim et al. 2008).
Perkiraan produksi, kebutuhan, neraca dan populasi ideal sapi potong Indonesia
tahun 2005−2010.
Usaha ternak sapi secara tradisional dikelola
peternak dan anggota keluarganya dan menjadi tumpuan untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka. Pengembangan usaha ternak sapi sebagai usaha keluarga
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait, antara lain pendidikan,
penggunaan input, pemasaran, kredit, kebijakan, perencanaan, penyuluhan,
dan penelitian (Pambudy, 1999). Pendidikan anggota rumah tangga dapat
mempengaruhi keputusan produksi. Chavas et al. (2005) dalam
penelitiannya memasukkan pendidikan dalam menganalisis karakteristik rumah
tangga dan usaha tani.
Komentar
Posting Komentar